MENELUSURI JEJAK SEJARAH : ASAL USUL DUSUN TANDURAN DI DESA CATURANOM, PARAKAN, TEMANGGUNG
Ferdyavin Ersa Restu Putra
Mahasiswa Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Semarang-Indonesia
Email Korespondensi: ferdyavinrestu@gmail.com
Abstract: The rapid development of information technology has facilitated quick access to information from around the world. However, this often results in local historical events being less recognized compared to national or international events. This article focuses on Dusun Tanduran in Caturanom Village, Temanggung Regency, Central Java, which has a rich history and culture. This village is known for the legend of Wali Tandur, the son of Prabu Siliwangi, who spread Islam and introduced innovative agricultural techniques in the region. This study employs interviews and literature review methods to explore the origins of the name Dusun Tanduran and the legacy of Wali Tandur's teachings that are still preserved by the local community. This article also discusses the local cultural heritage and traditions, as well as the potential and challenges in cultural preservation and village development. The findings of this study are expected to enrich knowledge about local history and culture and encourage efforts in preserving and developing the culture in Caturanom Village.
Keywords: Local history, Dusun Tanduran, Caturanom Village, Wali Tandur
Abstrak: Perkembangan teknologi informasi telah mempermudah akses informasi secara cepat dari berbagai belahan dunia. Namun, hal ini sering kali membuat peristiwa sejarah lokal kurang dikenal dibandingkan dengan peristiwa nasional atau internasional. Artikel ini berfokus pada Dusun Tanduran di Desa Caturanom, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, yang memiliki sejarah dan budaya yang kaya. Dusun ini terkenal dengan legenda Wali Tandur, putra Prabu Siliwangi, yang menyebarkan agama Islam dan memperkenalkan teknik pertanian inovatif di daerah tersebut. Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan studi pustaka untuk menggali asal-usul nama Dusun Tanduran dan warisan ajaran Wali Tandur yang masih dijaga oleh masyarakat setempat. Artikel ini juga membahas warisan budaya dan tradisi lokal, serta potensi dan tantangan dalam pelestarian budaya dan pengembangan desa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang sejarah dan budaya lokal, serta mendorong upaya pelestarian dan pengembangan budaya di Desa Caturanom.
Kata Kunci: Sejarah lokal, Dusun Tanduran, Desa Caturanom, Wali Tandur
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat belakangan ini, memungkinkan kita untuk menjangkau informasi dari manapun secara cepat. Namun, hal ini seringkali menyebabkan kita menjadi sering lebih cepat tahu peristiwa-peristiwa yang terjadi di daerah lain atau tempat yang jauh dibandingkan dengan apa yang terjadi di sekitar lingkungan hidup kita. Hal-hal yang terberitakan di belahan dunia yang secara geografis sangat jauh dengan cepat dapat terakses dalam hitungan detik atau menit melalui teknologi canggih yang disertai internet. Namun seringkali hal-hal atau peristiwa penting di sekitar kita apalagi yang terjadi ratusan tahun lalu sebagai peristiwa sejarah tidak terberitakan secara masif dan intensif.
Hal ini pun kadang terjadi dalam pembelajaran sejarah di kelas maupun di limgkup masyarakat. Masyarakat lebih mengenal tokoh-tokoh atau peristiwa pada level nasional dan internasional dan kurang mengenal peristiwa-peristiwa atau tokoh yang terdapat pada level lokal atau yang terdapat di sekitar lingkungan peserta didik. Begitu banyak masyarakat yang mengenal sosok Presiden Soekarno dan sepak terjangnya sebagai Presiden pertama di Indonesia dalam membangun negara. Namun, masih banyak masyarakat yang belum mengenal sosok Wali Tandur dan sepak terjangnya sebagai perintis nama Dusun Tanduran. Atau sebagai contoh di daerah lain seperti Malang, tentu banyak yang mengenal dan memahami perjuangan seorang tokoh terkenal seperti Jenderal Soedirman dalam Sejarah Revolusi Nasional, sedangkan banyak yang kurang mengenal sosok Hamid Roesdi yang merupakan salah satu sosok pejuang era Revolusi Nasional di Malang.
Dalam kasus ini, sejarah lokal memiliki fungsi yang sangat strategis dimana berbagai wilayah di Indonesia yang beragam, memerlukan penjelasan dan pemahaman yang mendalam sebagai bagian dari sejarah bangsa. Soedjatmoko (1984, hal. 15), berpendapat bahwa pandangan kita tentang sejarah, mempunyai pengaruh yang kuat pada penghadapan Bangsa Indonesia hari depannya dan juga atas nasib bangsa dan negara kita. Selain itu Reiner dalam (Widja, 1989: 101) mengungkapkan bahwa melalui sejarah, kita dapat memanfaatkan nilai-nilai dari masa lampau untuk menghadapi masa kini. Sehingga untuk menjaga kesatuan negara di masa mendatang, sejarah lokal sebagai bagian dari sejarah nasional juga memiliki peran dalam menjaga kesatuan etnis atau wilayah dan dalam cakupan besar dapat menjaga kebinekaan bangsa.
Di Dusun Tanduran, sebuah dusun kecil yang terletak di Desa Caturanom, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menyimpan cerita sejarah dan budaya yang menarik untuk ditelusuri. Nama dusun ini erat kaitannya dengan legenda Wali Tandur, seorang tokoh penyebar agama Islam dan penemu teknik pertanian di Jawa.
Artikel ini bertujuan untuk menggali asal-usul nama Dusun Tanduran di Desauranom dan mengupas kisah Wali Tandur beserta ajarannya yang masih diwariskan kepada masyarakat hingga saat ini. Penelitian mengenai Dusun Tanduran dan Wali Tandur masih tergolong minim. Literatur yang membahas tentang sejarah dan budaya Dusun Tanduran masih terbatas, sehingga diperlukan penelitian yang lebih mendalam untuk mengungkap kekayaan budaya yang terkandung di dalamnya. Artikel ini diharapkan dapat menjadi kontribusi untuk memperkaya pengetahuan tentang sejarah dan budaya lokal, khususnya di Desa Caturanom.
Memahami asal-usul nama dusun dan sejarah Wali Tandur bukan hanya tentang mempelajari masa lampau, tetapi juga tentang memahami identitas dan nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada masyarakat Dusun Tanduran. Melestarikan warisan budaya ini menjadi tanggung jawab bersama, dan artikel ini diharapkan dapat mendorong upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal di Desa Caturanom.
METODE
Pada penelitian kali ini Metode yang digunakan adalah dengan wawancara sumber, selain itu dilakukan pula studi pustaka dalam rangka melengkapi informasi yang diperlukan untuk penelitian. adapun narasumber Wawancara adalah:
1. Bapak Sucoyo, selaku kepala desa Caturanom
2. Bapak Amin Priyanto, selaku sekretaris desa Caturanom
Metode penelitian berupa Wawancara dipilih dalam rangka memperoleh informasi langsung dari orang orang yang memiliki expertise di bidang yang diperlukan, serta untuk memperoleh informasi dari tangan pertama secara langsung, sehingga informasi yang diperoleh akurat serta dapat dipercaya. Studi pustaka dilakukan dengan tujuan melengkapi informasi informasi yang dilakukan dengan mengumpulkan berbagai Jurnal, artikel, atau bacaan bacaan yang relevan dengan topik yang dibahas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Sejarah Kecamatan Parakan
Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto, daerah Parakan ini merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di Bulu, Temanggung.
Pada zaman perjuangan kemerdekaan, daerah ini terkenal dengan senjata bambu runcing bahkan nama bambu runcing sampai saat ini di abadikan sebagai julukan sebuah klub sepak bola kebanggaan warga kabupaten Temanggung, Persitema yang berkompetisi di Liga Indonesia yakni Persitema Laskar Bambu Runcing. Salah satu tokohnya adalah K.H. Subchi yang dijuluki "Jenderal Bambu Runcing", bersama tokoh-tokoh yang lain yaitu K.H.R. Sumo Gunardo, K.H. Nawawi, K.H. M Ali, K.H. Abdurrahman, dan tokoh-tokoh lainnya seperti K.H. Mandur, Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, K.H. Istachori Syam'ani Al-Khafidz. Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.
Parakan pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Menoreh dengan bupati terakhir KRT. Sumodilogo yang membuat heboh dan meninggal dibunuh oleh tentara Diponegoro. KRT. Sumodilogo dimakamkan di desa Tegalrejo, Bulu, Temanggung sedang kepalanya di Selarong, Yogyakarta. Menurut catatan ada beberapa ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bermukim di Temanggung.
Sebelum dikenal sebagai Temanggung, wilayah ini lebih dikenal dengan nama Menoreh, sebuah daerah yang memiliki sejarah panjang dalam dinamika politik dan sosial di Jawa. Menoreh bukan hanya sebuah wilayah geografis, melainkan juga pusat kekuasaan lokal yang memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Yogyakarta. Secara geografis, Menoreh termasuk dalam wilayah Karesidenan Semarang, tetapi dalam hierarki kekuasaan, Menoreh tunduk kepada otoritas Kesultanan Yogyakarta.
Pada awal abad ke-19, Adipati Surodipo, seorang pemimpin yang dihormati di Menoreh, mengambil peran penting dalam perjuangan Pangeran Diponegoro selama Perang Jawa (1825–1830). Perang ini bukan sekadar konflik militer; ia merupakan perlawanan yang menyeluruh terhadap dominasi kolonial Belanda di Jawa, yang melibatkan berbagai lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang sosial dan budaya. Keterlibatan Adipati Surodipo dalam perjuangan ini mencerminkan sikap patriotik dan penolakan terhadap pengaruh kolonial yang semakin mendominasi.
Sebagai tanggapan terhadap dukungan Menoreh untuk Pangeran Diponegoro, pemerintah Hindia Belanda merasa perlu untuk mengendalikan daerah tersebut dengan lebih ketat. Salah satu langkah strategis yang diambil oleh Belanda adalah mendirikan pemerintahan baru di wilayah tersebut yang kemudian dikenal sebagai Temanggung. Temanggung didirikan sebagai semacam pemerintahan boneka yang dimaksudkan untuk melemahkan pengaruh kekuasaan lokal seperti Menoreh dan memastikan loyalitas kepada Belanda.
Pada tahun 1826, sebagai bagian dari reorganisasi administrasi dan upaya untuk meredam pemberontakan, Kadipaten Menoreh secara resmi dipindahkan ke wilayah Salaman, yang terletak tidak jauh dari Candi Borobudur. Pemindahan ini tidak hanya mencakup perpindahan pusat pemerintahan, tetapi juga melibatkan seluruh perangkat administrasi dan birokrasi yang ada, sehingga menandai akhir dari kekuasaan Menoreh di wilayah tersebut.
Proses pemindahan ini juga mencerminkan strategi Belanda dalam merombak struktur kekuasaan lokal untuk memperkuat kendali mereka di Jawa. Meskipun demikian, warisan sejarah Menoreh dan perjuangan Adipati Surodipo tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat, sebagai simbol dari perjuangan melawan penindasan dan upaya untuk mempertahankan kedaulatan lokal di tengah tekanan kolonial.
2. Asal Usul Nama Dusun Tanduran
Desa Caturanom terdiri dari tiga dusun di dalamnya, yaitu Dusun Tanduran, Catgawen, dan Campusari. Terletak di Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Desa Caturanom memiliki sejarah panjang dan kaya, yang salah satunya tercermin dalam nama-nama dusunnya. Dusun Tanduran, khususnya, memiliki cerita unik yang terkait erat dengan tradisi dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Dusun Tanduran, sebuah dusun kecil yang terletak di Desa Caturanom, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, menyimpan cerita sejarah dan budaya yang menarik untuk ditelusuri. Nama dusun ini erat kaitannya dengan legenda Wali Tandur, seorang tokoh penyebar agama Islam dan penemu teknik pertanian di Jawa.
Menurut legenda, Wali Tandur adalah putra Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang, raja dan ratu Kerajaan Pajajaran. Beliau memiliki tekad yang kuat untuk mempelajari ilmu agama dan menyebarkannya kepada masyarakat. Kisah hidup Wali Tandur penuh dengan perjalanan spiritual dan dedikasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengetahuan yang dia peroleh.
Perjalanan spiritual Wali Tandur membawanya ke lereng Gunung Merapi di Yogyakarta untuk berguru kepada Syekh Jumadil Kubro, seorang ulama besar yang terkenal dengan kesaktiannya. Di bawah bimbingan Syekh Jumadil Kubro, Wali Tandur tidak hanya mempelajari ilmu agama, tetapi juga diajari teknik-teknik pertanian yang baru. Teknik-teknik ini meliputi cara-cara pengolahan tanah yang lebih efektif, penggunaan sistem irigasi yang inovatif, dan pemilihan jenis tanaman yang cocok dengan kondisi iklim dan tanah setempat. Wali Tandur menyerap semua ilmu ini dengan tekun dan bertekad untuk menerapkannya demi kemaslahatan masyarakat di kampung halamannya.
Setelah bertahun-tahun berguru, Wali Tandur mendapatkan petunjuk untuk kembali ke kampung halamannya. Adiknya, Roro Santang, yang telah menjadi Ratu Pajajaran, memintanya untuk pulang dan memenuhi panggilan ilahi untuk pergi haji. Kembali ke kampung halaman bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi Wali Tandur penuh dengan semangat dan keyakinan bahwa ilmu yang telah dia peroleh akan membawa perubahan positif bagi masyarakatnya.
Dalam perjalanan pulang, Wali Tandur singgah di beberapa tempat dan mengajarkan teknikteknik pertanian yang telah dia pelajari kepada masyarakat. Salah satu tempat yang disinggahinya adalah Desa Caturanom. Di sini, beliau bersinggah dan mengajari masyarakat cara bertani yang lebih efektif. Beliau menunjukkan cara-cara menanam yang efisien, mengelola air irigasi dengan baik, serta merawat tanaman agar menghasilkan panen yang berlimpah. Kehadiran Wali Tandur membawa angin segar bagi para petani di Desa Caturanom, yang sebelumnya hanya mengandalkan cara-cara bertani tradisional.
Nama Dusun Tanduran berasal dari kata "tandur" yang berarti "menanam". Hal ini merujuk pada peran Wali Tandur dalam mengajarkan teknik-teknik pertanian baru kepada masyarakat di Dusun Tanduran. Pengetahuan yang dibawa oleh Wali Tandur tidak hanya meningkatkan hasil pertanian, tetapi juga merubah cara pandang masyarakat terhadap praktik pertanian. Mereka mulai memahami pentingnya inovasi dan penerapan teknologi dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
Ajaran Wali Tandur membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat Dusun Tanduran. Hasil panen mereka menjadi lebih berlimpah dan kehidupan mereka menjadi lebih sejahtera. Berkat teknik-teknik pertanian yang lebih maju, mereka mampu menghasilkan padi, jagung, dan tembakau dengan kualitas yang lebih baik dan kuantitas yang lebih banyak. Ini tidak hanya meningkatkan perekonomian desa, tetapi juga mempererat hubungan sosial di antara warga karena mereka bekerja bersama-sama dalam memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan oleh Wali Tandur.
Sebagai bentuk penghormatan atas jasa Wali Tandur, masyarakat Dusun Tanduran kemudian menamai dusun mereka dengan nama "Tanduran". Nama ini tidak hanya menjadi simbol dari keberhasilan mereka dalam bertani, tetapi juga menjadi pengingat akan jasa seorang tokoh yang telah memberikan ilmu dan inspirasi besar bagi kehidupan mereka. Hingga kini, nama Dusun Tanduran tetap dikenang dan dijaga sebagai warisan yang berharga, yang mengingatkan setiap generasi akan pentingnya ilmu pengetahuan dan gotong royong dalam mencapai kemakmuran bersama
SIMPULAN
Dusun Tanduran di Desa Caturanom, Kabupaten Temanggung, merupakan salah satu contoh nyata bagaimana sejarah lokal dan legenda berperan penting dalam membentuk identitas masyarakat setempat. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa nama Dusun Tanduran erat kaitannya dengan sosok Wali Tandur, seorang tokoh legendaris yang dikenal sebagai penyebar agama Islam dan inovator teknik pertanian di wilayah tersebut.
Ajaran dan praktik pertanian yang dibawa oleh Wali Tandur telah memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Dusun Tanduran, yang kemudian diabadikan melalui penamaan dusun. Hal ini menunjukkan bahwa sejarah lokal tidak hanya penting untuk dipelajari sebagai bagian dari warisan budaya, tetapi juga memiliki nilai praktis yang dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat.
Penelitian ini juga menyoroti perlunya pelestarian budaya dan sejarah lokal, yang sering kali terabaikan dalam arus informasi global yang lebih besar. Dengan melestarikan dan mengembangkan budaya lokal, masyarakat tidak hanya menjaga warisan leluhur tetapi juga membangun kesadaran identitas yang kuat bagi generasi mendatang.
Artikel ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih dalam upaya memperkaya pengetahuan tentang sejarah dan budaya lokal, serta mendorong langkah-langkah konkret untuk melestarikan dan memanfaatkan warisan budaya di Dusun Tanduran dan Desa Caturanom pada umumnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas berkat dan karunia yang dilimpahkan, kami dapat menyelesaikan artikel ini. Penulisan artikel ini kami lakukan dalam rangka memenuhi nilai UAS mata kuliah metode penelitian sosial. Kami sadar tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, cukup sulit bagi kami untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Oleh sebab itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Sucoyo, selaku Kepala Desa Caturanom, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung.
2. Bapak Amin Priyanto S. Fil., selaku Sekretaris Desa Caturanom
Kami menyadari dalam penulisan artikel ini masih terdapat kekurangan untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
REFERENSI
Athynafidaa. (2023). Menghidupkan Kembali Taman Dusun Tanduran, Desa Caturanom, Temanggung.
Diakses dari
[https://www.kompasiana.com/athynafiedaa/6304b4a55c392b35ba7dd2d2/menghidupkankembali-taman-dusun-tanduran-desa-caturanomtemanggung](https://www.kompasiana.com/athynafiedaa/6304b4a55c392b35ba7dd2d2/men ghidupkan-kembali-taman-dusun-tanduran-desa-caturanom-temanggung).
Soedjatmoko. (1984). Etika Pembebasan. Jakarta: LP3ES.
Wikipedia. (n.d.). Sejarah Singkat Desa Caturanom.
Diakses dari [https://id.wikipedia.org/wiki/Caturanom,_Parakan,_Temanggung](https://id.wikipedia.org/w iki/Caturanom,_Parakan,_Temanggung).
Wikipedia. (n.d.). Wali Tandur. Diakses dari [https://id.wikipedia.org/wiki/Story:Kabupaten_Temanggung](https://id.wikipedia.org/wiki/S tory:Kabupaten_Temanggung).
Widja, I.G. (1989). Sejarah Lokal: Suatu Perspektif dalam Pengajaran Sejarah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Website Desa Caturanom. (n.d.).
Diakses dari
[https://caturanomparakan.temanggungkab.go.id/](https://caturanom-parakan.temanggungkab.go.id/).
"Parakan, Temanggung." Ensiklopedia P2K Stekom.
Diakses pada 1 Agustus 2024, dari https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia/Parakan,_Temanggung.